Semburat jingga di sudut langit memantul ke air danau. Menghias bias bayangan diriku dan haruka yang juga ikut terpantul. Angin lembut menghembus wajah kami, dan menerbangkan desah jiwa kami. Berat.
Kupandang wajahnya, yang dingin seperti biasanya. Sebersit ingatan tentang malam kemarin, membuat dadaku kembali terasa sesak. Sadarkah ia yang telah memelukku kemarin, dengan tulusnya... Aku tau, Haru. Dan aku, mulai mengerti bagaimana jalan cerita ini, layaknya alur roman yang sendu.
Haru menatapku, membuatku bergetar dan ingin menjauh darinya. Tapi cercah cahaya itu berkata lain, seakan mengikat kami dalam satu hubungan yang rumit. Kau milik Dia, tak sepantasnya kau bersikap seperti ini padaku. Kau membuatku kembali bingung dengan putusanku untuk menjauhimu. Tolong, berhentilah dengan sikapmu ini. Teriakku dalam hati.
Haruka diam, seakan begitu menikmati senja bersamamu. Serasa tak bisa kutahan lagi. Aku menangis tanpa sadar di sisinya, di sisi Haru. Tetes tetes itu mulai meleleh, mengalir di pipiku dengan cepat. Sementara kualihkan pandangan ke depan tanpa menatapnya.
Tap...Semua gelap, hitam. Mataku, tertutup oleh sentuhan tangan itu. Ya, Haru menutup mataku dari belakang. Dan tak pernah kurasakan sentuhan paling tulus, selain sentuhannya.
"Biarkan seperti ini, Ya. Biarkan jemariku yang menghapusnya. Maaf, aku tak mampu melindungi wajahmu dari air mata sendu ini. Maaf dan maaf" desah Haru di belakangku.
Terkejut, mungkin aku. Tapi entahlah, aku hanya merasa nyaman dengannya meski aku tau Haru tak mungkin menjadi milikku. Pikirku saat itu, tanpa tahu apa yang Haru pikirkan.
Senja kian tenggelam, lilin lilin tegak itu kehabisan cahaya. Berangsur redup dan hilang. Aku kembali tenang, bersama Haru yang telah berada di sampingku. Mata kami, menatap cahaya langit senja. Menatap lukisan alam mega-mega abstrak. Membuat siluet tentang dua remaja yang beradu pikiran tanpa mengetahui pikiran yang lainnya. Yang saling memendam rasa dan memendam cinta.
Sepoian angin senja sedikit bertambah kencang. Dan seketika itu, tetesan air langit mulai jatuh dan berguguran. Membasahi kami dengan kesejukannya, menerpa kami dengan ketenangannya. Menyadarkanku, bahwa gerimis ini tak mungkin untuk diangkat kembali ke atas sana, seperti kisahku bersama Haru yang tak mungkin dapat dihapus, dan dimulai kembali dengan lebih baik.
Haru-san... Desahku dalam hati.
Dia... Ucap Haru dihati, tanpa sedikitpun kutahui.
Kuharap, kau selalu berada disisiku, seperti ini....
Kuharap, kau selalu berada disisiku, seperti ini....
Seperti kau yang tadi menghapus air mataku...
Seperti kau yang tengah menemaniku saat ini...
Walaupun aku tahu, ini hanya akan menjadi harapan belaka, Haru san...
Tapi, aku yakin ini tak akan menjadi harapan yang sia sia Yuzu san...
Semoga, kau bahagia bersama kakak...
Kita akan bahagia saat tiba waktunya nanti...
Lupakan aku, Haru san...
Tunggulah aku, Dia..
Jingga di senja kala, telah lenyap termakan gelapnya malam. Meski begitu terang bulan di atas menggantikan cahaya mentari yang hilang. Aku menatap samar wajah lelaki disampingku ini. "bisakah kita pulang Haru-san?"
Haruka yamazaki menoleh, dan ia tersenyum tipis.
Penulis: Muh Yunus
Komentar
Posting Komentar